Oleh: Dimas Arga Prasetya *)
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai babak baru dalam kebijakan perumahan rakyat. Di tengah berbagai tantangan ekonomi global dan kebutuhan hunian yang terus meningkat, pemerintah berhasil menghadirkan bukti konkret lewat program rumah subsidi yang memberi harapan baru bagi jutaan keluarga berpenghasilan rendah. Realisasi program ini bukan sekadar angka dalam laporan, melainkan wujud nyata hadirnya negara dalam menyediakan tempat tinggal layak dan terjangkau bagi rakyat kecil.
Komitmen tersebut tampak jelas dari data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), yang mencatat penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi mencapai 183.058 unit hingga 28 September 2025. Angka ini setara 52,3 persen dari target nasional sebanyak 350 ribu unit, dengan total pembiayaan mencapai Rp22,72 triliun. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan bahwa percepatan realisasi ini mencerminkan koordinasi yang solid antara pemerintah, perbankan, dan para pengembang perumahan. Dalam tiga hari terakhir bulan September saja, realisasi bertambah sekitar 400 unit, sebuah indikasi kuat bahwa target akhir tahun dapat tercapai jika tren positif ini berlanjut.
Pemerintah menyadari bahwa akses terhadap hunian merupakan hak dasar warga negara. Karena itu, kebijakan rumah subsidi tidak hanya diarahkan untuk memperbanyak jumlah unit, tetapi juga meningkatkan kualitasnya. Tahun ini, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menyiapkan transformasi kebijakan penting dengan memperluas ukuran rumah subsidi menjadi 45 meter persegi. Langkah ini didesain agar rumah subsidi tidak lagi identik dengan hunian sempit yang minim fungsi, melainkan tempat tinggal yang lebih layak bagi keluarga muda dan pekerja kelas menengah yang belum memiliki rumah pertama.
Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait menegaskan bahwa perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan program subsidi dengan kebutuhan masyarakat modern. Banyak keluarga muda di perkotaan kini bekerja di sektor formal dengan pendapatan sedikit di atas batas penerima subsidi, tetapi tetap kesulitan membeli rumah dengan skema komersial. Dengan rumah subsidi tipe 45, mereka kini memiliki kesempatan untuk memiliki hunian yang fungsional, lengkap dengan dua kamar tidur, ruang keluarga, dan dapur yang memadai. Perubahan ini juga mendorong para pengembang untuk meningkatkan standar desain dan konstruksi, agar program perumahan rakyat bukan hanya tentang kuantitas, tetapi juga kualitas hidup penghuninya.
Dari sisi pembiayaan, pemerintah terus memastikan keberlanjutan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebagai tulang punggung subsidi perumahan nasional. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa hingga September 2025, realisasi FLPP telah mencapai Rp24,8 triliun, menyalurkan lebih dari 192.700 unit rumah kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Menurutnya, progres ini menunjukkan lebih dari separuh target nasional sudah tercapai hanya dalam sembilan bulan pertama. Optimisme ini juga didukung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menilai penyerapan anggaran berjalan efisien dan tepat sasaran. Ia bahkan menegaskan akan terus memantau kinerja penyaluran agar seluruh kuota FLPP dapat terealisasi penuh sebelum akhir tahun.
Namun, keberhasilan program rumah subsidi tidak lepas dari tantangan di lapangan. Salah satunya adalah hambatan administrasi akibat catatan kredit kecil dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BP Tapera mencatat lebih dari 100 ribu calon penerima rumah subsidi terkendala karena memiliki utang di bawah Rp1 juta, sehingga terblokir dalam sistem. Padahal, mereka dinilai layak menerima bantuan. Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang pemutihan bagi debitur dengan tunggakan sangat kecil agar tidak kehilangan kesempatan memiliki rumah. Langkah ini menjadi sinyal empati sekaligus kebijakan yang pro-rakyat, memastikan bahwa kesalahan administrasi kecil tidak menghalangi hak masyarakat untuk memiliki tempat tinggal.
Selain faktor pembiayaan, pemerintah juga memperkuat digitalisasi proses pengajuan rumah subsidi melalui aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (Sikasep). Hingga September 2025, pengajuan melalui platform ini telah mencapai lebih dari 256 ribu unit, dengan sekitar 178 ribu di antaranya sudah terealisasi. Digitalisasi ini mempercepat proses verifikasi, memperkecil potensi manipulasi data, dan meningkatkan transparansi antara masyarakat, bank penyalur, dan pengembang. Dengan sistem yang semakin efisien, masyarakat kini dapat memantau langsung status pengajuan rumah mereka, menjadikan program subsidi ini lebih akuntabel dan berorientasi pada pelayanan publik.
Langkah-langkah konkret yang ditempuh pemerintah mencerminkan arah baru dalam tata kelola perumahan rakyat. Tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada ekosistem pendukungnya, mulai dari pembiayaan, regulasi, hingga penataan pasar properti. Visi ini sejalan dengan semangat Presiden Prabowo yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai inti dari Asta Cita pemerintahan. Program rumah subsidi menjadi salah satu instrumen nyata untuk menekan ketimpangan sosial dan meningkatkan daya beli masyarakat, karena kepemilikan rumah turut mendorong pertumbuhan sektor industri bahan bangunan, tenaga kerja, dan jasa keuangan.
Satu tahun berjalan, program rumah subsidi telah menjadi bukti bahwa komitmen politik dapat diterjemahkan menjadi manfaat sosial yang nyata. Di tengah harga properti yang terus naik, pemerintah hadir sebagai penyeimbang agar rakyat tetap memiliki akses terhadap hunian layak. Dengan lebih dari 183 ribu rumah terealisasi, ribuan keluarga kini bisa menempati rumah impian mereka tanpa harus terbebani biaya tinggi.
*) Pengamat Kebijakan Publik