Oleh : Bimo Ariyan Beeran )*
Presiden Prabowo Subianto meresmikan pengoperasian dan pembangunan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di sebanyak 15 provinsi di Indonesia serta melakukan peningkatan produksi minyak hingga sebesar 30 ribu barel per hari.
Langkah besar tersebut menjadi tonggak yang strategis dalam perjalanan bangsa menuju swasembada energi nasional. Dalam konteks terjadinya krisis energi global dan kebutuhan domestik yang terus meningkat seperti sekarang ini, keberanian Kepala Negara dalam mengambil sebuah kebijakan yang berakar pada kemandirian negeri tentunya menjadi suatu keputusan yang visioner.
Proyek EBT yang diresmikan oleh Presiden Prabowo melibatkan pembangunan hingga sebanyak 55 pembangkit, termasuk lima Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di berbagai wilayah di Tanah Air.
Peresmian ini memperlihatkan bagaimana kuatnya komitmen pemerintah untuk bisa berdiri di atas sumber daya dalam negeri demi mencapai suatu tujuan, yakni melakukan efisiensi energi secara jangka panjang. Dalam pidatonya, Presiden menegaskan bahwa swasembada energi bukan lagi pilihan, melainkan syarat mutlak bagi bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Presiden juga menekankan bahwa peran energi tidak dapat dilepaskan dari keberlangsungan hidup masyarakat. Dalam era global yang penuh tantangan geopolitik dan fluktuasi harga komoditas, negara yang mampu menjamin pasokan energi sendiri akan memiliki posisi strategis lebih kuat dalam percaturan ekonomi dan politik internasional.
Langkah konkret tersebut diperkuat dengan peletakan batu pertama lima PLTP di sejumlah provinsi dan peresmian proyek-proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang tersebar dari Jawa Timur, Papua, Kalimantan hingga Nusa Tenggara Timur. Dalam totalitasnya, proyek-proyek EBT yang diresmikan hari itu mencapai kapasitas 379,7 Mega Watt dengan nilai investasi sekitar Rp 25 triliun.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden memberikan penghargaan kepada seluruh pihak yang mendukung realisasi proyek ini, termasuk Kementerian ESDM, SKK Migas, dan mitra strategis seperti Medco Energi dan ExxonMobil. Dukungan sektor swasta dan kolaborasi lintas sektor menjadi kekuatan utama dalam mempercepat transformasi energi nasional.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa dari total tersebut, 351,9 MW berasal dari proyek panas bumi dan sisanya dari pembangkit tenaga surya. Bahlil juga menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur energi ini tidak sekadar urusan investasi dan angka, tetapi menjadi penegasan posisi Indonesia dalam jalur transisi energi global.
Pengelolaan proyek dilakukan oleh perusahaan nasional seperti PT Medco Cahaya Geothermal, PT Star Energy Geothermal, dan PT Supreme Energy Muara Laboh, yang masing-masing membangun dan mengoperasikan pembangkit PLTP di berbagai daerah strategis.
Anggota Komisi VII DPR RI, Dewi Yustisiana, menilai bahwa langkah Presiden Prabowo menjadi momentum penting dalam meletakkan energi sebagai fondasi kedaulatan negara. Menurutnya ketahanan energi sebagai unsur esensial dalam pembangunan nasional, terlebih dalam kerangka Visi Indonesia Emas 2045. Ketergantungan terhadap impor energi dipandang sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan ekonomi dan politik bangsa.
Dewi juga menyampaikan apresiasi terhadap pendekatan ideologis Menteri ESDM dalam menyusun kebijakan sektor energi yang berpijak pada konstitusi dan keadilan sosial. Pandangan tersebut menempatkan energi bukan sekadar komoditas pasar, melainkan hak dasar rakyat yang harus dijamin negara. Energi perlu dikelola sebagai alat pembangunan dan pemberdayaan, bukan sekadar sumber keuntungan fiskal.
Ia menambahkan bahwa langkah-langkah strategis seperti pembangunan PLTMH di Gayo Lues, Aceh, menunjukkan arah kebijakan yang berpihak pada daerah dan memperkuat desentralisasi energi. Skema ini menjadi solusi konkret terhadap ketimpangan akses energi antarwilayah yang selama ini menghambat pemerataan pembangunan.
Pembangunan proyek EBT juga melibatkan peran aktif perusahaan nasional yang telah lama berpengalaman dalam sektor energi. Keterlibatan PT Medco Energi dan perusahaan mitra lainnya mencerminkan kesiapan industri dalam negeri dalam mendukung ambisi besar pemerintah menuju bauran energi bersih.
Keberhasilan pembangunan 55 pembangkit dalam waktu bersamaan menunjukkan sinergi antara kebijakan pemerintah dan kapasitas industri yang terus berkembang.
Dengan total kapasitas energi terbarukan yang terus meningkat, peluang Indonesia untuk keluar dari ketergantungan terhadap impor energi fosil semakin besar. Proyek-proyek ini diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan, menurunkan emisi karbon, serta membuka lapangan kerja di sektor energi bersih.
Peresmian proyek EBT di 15 provinsi bukan hanya simbol seremonial pembangunan, tetapi menjadi penanda penting bahwa Indonesia sedang bergerak menuju tatanan energi baru yang lebih mandiri, berdaulat, dan berkeadilan.
Keberanian mengambil arah ini menegaskan bahwa masa depan energi Indonesia tidak lagi berada di tangan asing, tetapi ditentukan oleh kebijakan nasional yang kuat, kolaboratif, dan berpijak pada kemandirian.
Langkah ini bukan akhir dari perjalanan panjang transisi energi, melainkan titik awal dari transformasi besar menuju Indonesia yang mampu memenuhi kebutuhan energinya secara berkelanjutan.
Dengan mengelola potensi panas bumi dan tenaga surya secara maksimal, Indonesia dapat menurunkan ketergantungan pada energi fosil serta memperluas akses energi bersih hingga ke pelosok daerah.
Jika dijalankan konsisten, proyek-proyek tersebut akan menjadi warisan monumental bagi generasi mendatang dan bukti bahwa negara ini mampu berdiri dengan kakinya sendiri di bidang energi.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara