Proyek Hilirisasi Pemerintah Siap Buka Lapangan Kerja di Berbagai Wilayah

Oleh : Ferri Alfian )*

Proyek hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah kini memasuki fase yang lebih konkret dengan dibukanya berbagai pusat industri pengolahan di berbagai daerah. Langkah ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk dalam negeri, tetapi juga sebagai strategi untuk menciptakan lapangan kerja baru secara massif. Hilirisasi di sektor-sektor strategis seperti nikel, bauksit, kelapa sawit, dan batu bara diyakini mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar sekaligus mendorong pemerataan ekonomi antarwilayah. Pemerintah menegaskan bahwa setiap proyek hilirisasi wajib memperhatikan aspek sosial, termasuk membuka ruang bagi masyarakat sekitar untuk terlibat aktif sebagai bagian dari rantai produksi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan rencana pembangunan 18 proyek hilirisassi akan membuka lapangan kerja besar besaran. Bahlil menyebut, 18 proyek hilirisasi tersebut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 38,63 miliar atau setara dengan Rp 618,13 triliun. Dari 18 proyek dengan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 276.636 orang tersebut, mayoritas tenaga kerja akan diserap pada proyek kilang minyak sebesar 44.000 orang dan hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebanyak 34.800 orang.

Adapun 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi nasional ini terdiri dari delapan proyek hilirisasi di sektor mineral dan batu bara, dua proyek tentang transisi energi, dua proyek ketahanan energi, tiga proyek hilirisasi pertanian, serta tiga proyek hilirisasi kelautan dan perikanan.

Pemerintah pun mendorong keterlibatan BUMN dan swasta untuk mengakselerasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang menjadi tulang punggung hilirisasi. Dalam prosesnya, pelatihan tenaga kerja lokal menjadi agenda penting untuk menjamin kesiapan SDM menghadapi kebutuhan industri. Kementerian Ketenagakerjaan telah menggelar berbagai program pelatihan berbasis kompetensi yang selaras dengan kebutuhan industri hilirisasi. Ini mencakup pelatihan pengelasan, pengoperasian alat berat, hingga keahlian teknis lainnya. Harapannya, tenaga kerja lokal tidak hanya menjadi pekerja kasar, tetapi juga mampu mengisi posisi strategis dan teknis.

Sementara itu, CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengatakan bahwa kontribusi investasi di bidang hilirisasi meningkat cukup signifikan. Kurang lebih dari investasi yang masuk di kloter kedua kurang lebih kontribusinya dari Rp 950 triliun lebih itu mencapai 30 persen, itu berdasarkan dari hilirisasi.

Angka ini menunjukkan bahwa arah kebijakan pemerintah dalam mendorong industrialisasi berbasis sumber daya alam mendapat respons positif dari para investor, baik domestik maupun internasional. Kucuran dana sebesar itu tidak hanya menunjukkan optimisme terhadap potensi ekonomi Indonesia, tetapi juga membuka peluang besar bagi penciptaan lapangan kerja di berbagai lini, mulai dari hulu ke hilir. Hal ini mempertegas bahwa hilirisasi bukan sekadar jargon pembangunan, melainkan strategi konkret yang mampu menggerakkan roda ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Selain menciptakan lapangan kerja, hilirisasi juga memberikan dampak berganda (multiplier effect) bagi perekonomian lokal. Kehadiran industri pengolahan memicu tumbuhnya sektor-sektor penunjang lain seperti perumahan, warung makan, transportasi lokal, hingga jasa perbankan dan keuangan mikro. Di beberapa wilayah, geliat ekonomi terlihat meningkat seiring bertambahnya daya beli masyarakat. Tidak sedikit anak muda yang sebelumnya memilih merantau ke kota kini memilih kembali ke kampung halaman karena peluang kerja mulai terbuka lebar. Pemerataan ini menjadi bagian dari strategi pembangunan Indonesia Sentris yang diusung pemerintahan saat ini.

Meski begitu, keberhasilan proyek hilirisasi tidak lepas dari tantangan. Direktur Kolaborasi Internasional INDEF, Imaduddin Abdullah menjelaskan ketersediaan infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, jalan, dan pelabuhan masih menjadi kendala di sejumlah daerah. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), agar aktivitas industri pengolahan dapat berjalan efisien dan berdaya saing tinggi. Tanpa infrastruktur yang memadai, peluang penciptaan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi lewat hilirisasi dikhawatirkan tidak akan optimal.

Pemerintah juga memastikan keterlibatan masyarakat lokal bukan hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai pemangku kepentingan. Sosialisasi, dialog publik, dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diwajibkan sebagai bagian dari proses pembangunan industri. Dalam beberapa proyek, masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan, sehingga mereka merasa menjadi bagian dari proses transformasi. Dengan begitu, resistensi sosial dapat ditekan dan kepercayaan masyarakat terhadap pembangunan meningkat. Model ini diharapkan menjadi standar baru dalam pendekatan pembangunan berbasis kawasan.

Melalui proyek hilirisasi ini, Indonesia menegaskan visinya untuk tidak lagi menjadi eksportir bahan mentah, tetapi menjadi pemain penting dalam rantai nilai global. Dengan memaksimalkan sumber daya dan memperkuat kapasitas SDM lokal, hilirisasi menjadi jalan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan. Jika dijalankan secara konsisten dan terukur, proyek ini tak hanya menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar, tapi juga mampu mentransformasi wajah pembangunan nasional dari sentralistis menjadi lebih merata dan berdampak nyata bagi masyarakat luas.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa Institute

More From Author

Pemerintah Percepat 18 Proyek Hilirisasi Rp618 Triliun Demi Perluasan Lapangan Kerja

Bawa Misi Guyub dan Progresif, Dewi Puspitorini Siap Nahkodai ILUNI UI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *