Oleh: Rivka Mayangsari*)
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) bukanlah buah pemikiran eksklusif segelintir elite politik, melainkan hasil dari proses panjang yang terbuka dan melibatkan partisipasi publik. Dalam upaya membenahi sistem hukum acara pidana di Indonesia agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, DPR RI memastikan bahwa pembahasan RKUHAP dijalankan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan informasi.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menyatakan bahwa seluruh proses pembahasan RKUHAP dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat luas. Ia menjelaskan bahwa pembahasan tersebut disiarkan langsung melalui kanal YouTube resmi DPR RI sebagai bentuk komitmen terhadap keterbukaan. Menurutnya, tudingan bahwa RKUHAP digodok di ruang tertutup oleh kalangan elite adalah narasi yang tidak berdasar dan menyesatkan.
Ia juga menjelaskan bahwa draf RKUHAP telah tersedia dan dapat diunduh secara bebas di situs resmi DPR, sehingga publik dapat mengakses dan mempelajari substansinya secara langsung. Ia menyampaikan bahwa DPR membuka akses selebar-lebarnya kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses penyusunan. Ia pun mengakui bahwa tidak mungkin bagi DPR untuk menyerap seluruh aspirasi masyarakat secara langsung, sehingga dibuka ruang-ruang digital dan formal untuk menampung pendapat dari berbagai pihak.
Partisipasi publik dalam penyusunan RKUHAP tidak hanya menjadi jargon, melainkan telah menjadi fondasi dalam setiap tahapan pembahasan. Komisi III DPR RI diketahui telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, praktisi hukum, organisasi masyarakat sipil, hingga lembaga penegak hukum. Semua pihak diberi ruang untuk menyampaikan masukan baik secara lisan maupun tertulis, guna memperkaya substansi dan menjaga kualitas legislasi.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHAP, Muhammad Nasir Djamil, menyampaikan bahwa proses pembahasan RKUHAP belum mencapai tahap final. Ia menegaskan bahwa masih tersedia waktu untuk menampung masukan dari masyarakat sebelum rancangan undang-undang ini disahkan dalam masa sidang tahun ini. Hal ini menegaskan komitmen DPR RI untuk menjadikan RKUHAP sebagai regulasi yang merefleksikan kebutuhan dan nilai keadilan masyarakat secara lebih luas.
Menurut Nasir Djamil, proses legislasi yang berlangsung secara inklusif merupakan bagian dari demokrasi deliberatif. Dalam kerangka ini, rakyat tidak hanya diposisikan sebagai penonton, melainkan sebagai subjek aktif dalam pembentukan hukum. Ia mengajak masyarakat untuk memanfaatkan waktu yang tersisa dengan menyampaikan masukan baik melalui kanal resmi DPR maupun forum-forum publik lainnya.
Dalam konteks demokrasi modern, hukum semestinya bukan lagi produk segelintir elite, melainkan hasil dari konsensus kolektif bangsa. RKUHAP dirancang tidak hanya untuk memperkuat kepastian hukum, tetapi juga menjamin perlindungan hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana. Beberapa substansi penting dalam RKUHAP telah dirancang untuk menyesuaikan dengan prinsip *due process of law*, termasuk dalam mempertegas peran hakim, penuntut umum, serta penasihat hukum.
Patut dicatat bahwa KUHAP yang digunakan selama ini merupakan warisan dari masa lalu yang tidak sepenuhnya relevan dengan tantangan hukum kontemporer. Dengan disusunnya RKUHAP yang baru, diharapkan lahir sistem hukum acara pidana yang lebih adaptif, menjamin hak-hak tersangka dan terdakwa, serta memperkuat mekanisme pengawasan terhadap aparat penegak hukum.
Transparansi dalam proses legislasi RKUHAP juga menjadi respons terhadap berbagai keraguan publik mengenai integritas lembaga legislatif. Melalui pembahasan yang terbuka, DPR ingin menunjukkan komitmen bahwa mereka bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan politik golongan tertentu. Ini sekaligus menjadi momen penting untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara.
DPR menyadari sepenuhnya bahwa kepercayaan rakyat merupakan modal politik yang tak ternilai. Oleh karena itu, keterlibatan publik dalam proses legislasi seperti RKUHAP bukan hanya menjadi kewajiban formal, melainkan tanggung jawab moral sebagai wakil rakyat. Muhammad Nasir Djamil juga menyampaikan bahwa jika masih ada pihak yang belum puas, maka DPR terbuka untuk berdialog dan menampung kritik yang membangun.
Harapan besar disematkan pada RKUHAP agar menjadi produk hukum yang tidak hanya kuat secara normatif, tetapi juga bisa diimplementasikan secara adil dan efektif di lapangan. Oleh sebab itu, konsensus yang terbangun dalam proses penyusunannya haruslah merefleksikan kehendak kolektif bangsa, bukan sekadar hasil diskusi teknokratis.
Dengan tetap terbukanya ruang dialog, pembahasan RKUHAP saat ini menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia masih hidup dan dinamis. Ini bukan semata-mata tentang siapa yang berada di kursi parlemen, tetapi tentang bagaimana rakyat turut serta dalam merancang masa depan hukum di negeri ini. Publik diharapkan terus memanfaatkan kesempatan untuk menyuarakan pendapat, karena pada akhirnya, RKUHAP bukanlah produk elite, melainkan cermin kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia.
Dengan melibatkan masyarakat dalam penyusunan RKUHAP, DPR RI juga tengah membangun budaya hukum baru yang lebih partisipatif dan sadar hak. Keterlibatan publik bukan hanya penting untuk legitimasi politik, tetapi juga untuk menciptakan rasa memiliki terhadap produk hukum yang dihasilkan. RKUHAP bukan sekadar perubahan teknis hukum acara, melainkan simbol komitmen bangsa dalam menegakkan keadilan yang manusiawi, berkeadaban, dan berpihak pada hak asasi setiap warga negara.
*) Pemerhati hukum