Tegas! Pemerintah Cabut Hak Bansos Penerima yang Bermain Judi Daring

*) Oleh : Andi Mahesa

Di tengah upaya negara membantu warganya keluar dari jerat kemiskinan lewat program bantuan sosial (bansos), ironi justru menyeruak. Ratusan ribu penerima bansos tercatat aktif berjudi daring. Tak tanggung-tanggung, nilai deposit mereka di sejumlah akun judi daring mencapai hampir Rp1 triliun. Fakta mencengangkan ini diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam laporan analisis rekening penerima bansos. Dari hasil pencocokan data, ditemukan 571.410 kesamaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) antara penerima bantuan sosial dan pemain aktif judi daring.

Temuan ini mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas sistem bansos. Program bansos selama ini dimaksudkan sebagai jaring pengaman sosial, khususnya bagi masyarakat yang rentan secara ekonomi. Namun bila dana tersebut malah digunakan untuk praktik berjudi, maka fungsi utama bansos menjadi cacat secara moral dan administratif. Oleh karena itu, langkah pemerintah mencabut hak penerima bansos yang terbukti bermain judi daring layak diapresiasi sebagai tindakan tegas dan tepat. Tidak hanya untuk menjaga akuntabilitas program sosial negara, tetapi juga untuk memberi efek jera.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyatakan bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) akan segera menindaklanjuti temuan ini dengan cermat. Kemensos akan berkoordinasi langsung dengan PPATK guna melakukan pendalaman data dan verifikasi menyeluruh. Jika validitas data tersebut terkonfirmasi, maka Kemensos akan mencoret para pelaku dari daftar penerima manfaat. Ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menjaga agar bansos benar-benar dinikmati oleh warga yang membutuhkan dan tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal.

Langkah ini pun mendapat dukungan dari legislatif. Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, menilai bahwa ratusan ribu penerima bansos yang terlibat judi daring tidak hanya memperparah kesenjangan sosial, tetapi juga merusak citra program bansos itu sendiri. Pihaknya mendorong agar langkah tegas pemerintah tidak berhenti pada pemutusan bantuan semata, melainkan disertai strategi pembenahan sistem secara menyeluruh. Perbaikan data dan verifikasi penerima bansos perlu melibatkan integrasi lintas lembaga, termasuk PPATK, Dukcapil, dan Kemensos.

Langkah strategis kedua yang disarankan adalah pemberantasan situs judi daring yang kini terus bermunculan dengan modus yang semakin licik. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta aparat kepolisian perlu meningkatkan intensitas penutupan situs secara harian, termasuk menjalin kerja sama internasional untuk membatasi akses terhadap situs luar negeri. Kerja kolaboratif lintas negara menjadi krusial mengingat banyak situs judi beroperasi di luar yurisdiksi hukum Indonesia.

Selain pendekatan represif, solusi jangka panjang juga perlu mengedepankan aspek edukatif. Nasim Khan menekankan pentingnya memberikan edukasi literasi keuangan kepada masyarakat, khususnya kelompok penerima bansos. Edukasi ini meliputi cara mengelola dana bantuan secara bijak, bahaya kecanduan judi, dan cara mengakses layanan rehabilitasi sosial. Kampanye ini bisa melibatkan sekolah, tokoh agama, media massa, hingga komunitas lokal agar memiliki jangkauan yang luas dan berkelanjutan.

Bank-bank nasional juga tidak tinggal diam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta institusi perbankan untuk memblokir rekening yang terindikasi kuat digunakan untuk aktivitas judi daring. Sebanyak 17.026 rekening sudah diajukan untuk diblokir berdasarkan temuan dari Komdigi. Langkah ini merupakan bagian dari upaya sistematis mencegah penyalahgunaan sistem keuangan formal untuk kegiatan ilegal. OJK juga mendorong bank melakukan analisis aliran dana mencurigakan dan patroli siber guna melindungi sistem perbankan dari infiltrasi digital yang membahayakan stabilitas nasional.

Menanggapi eskalasi kejahatan digital, OJK kini tengah menginisiasi pembentukan Satuan Tugas Penanganan Insiden Siber di sektor jasa keuangan. Satgas ini akan bertugas secara cepat dan terkoordinasi dalam menghadapi potensi gangguan digital, termasuk penyalahgunaan identitas dan sistem pembayaran. Dengan sinergi antara penguatan regulasi, pemanfaatan teknologi seperti AI untuk deteksi transaksi mencurigakan, serta edukasi publik, pemerintah berupaya menciptakan sistem bansos yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik menyimpang.

Lebih jauh lagi, Nasim Khan juga mendorong agar pemerintah menyediakan program rehabilitasi psikologis dan sosial bagi penerima bansos yang ketergantungan pada judi daring. Masalah ini bukan hanya persoalan moral atau finansial, tetapi juga menyentuh dimensi kesehatan mental. Pendekatan kemanusiaan dalam bentuk konseling dan pendampingan menjadi penting untuk memastikan bahwa kebijakan pencabutan hak bansos tidak berhenti pada sanksi, tetapi juga menawarkan jalan keluar bagi yang ingin berubah.

Pencabutan hak bansos bagi pemain judi daring merupakan peringatan keras yang menandai era baru dalam penyaluran bantuan sosial. Bahwa negara tidak lagi mentolerir penyalahgunaan dana publik, apalagi untuk praktik haram yang menghancurkan tatanan ekonomi dan sosial masyarakat. Pemerintah kini sedang mengembalikan esensi program bansos sebagai sarana pemberdayaan, bukan sebagai celah eksploitasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

Ke depan, masyarakat perlu ikut ambil bagian dalam mengawasi dan memastikan dana bantuan digunakan sebagaimana mestinya. Partisipasi publik, pelaporan anonim, serta sinergi antar pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam mengawal integritas program bansos. Ini adalah kesempatan kolektif untuk memperbaiki sistem dan membangun budaya sosial yang lebih sehat dan bertanggung jawab.

*) Penulis merupakan Mahasiswa yang tinggal di Jakarta.

[edRW]

More From Author

Distribusi Tukin Per Bulan Wujud Peningkatan Kesejahteraan Dosen

Pemerintah Dorong Pembenahan Sistem Penempatan PMI Magang ke Jepang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *